Amsterdam Central Station |
Desember 2016, pertama kalinya tes IELTS. Waktu itu aku ambil test melalui IDP dan tempat tes-nya di UGM, Jogja. Rasanya ya deg-deg ser karena waktu itu nekat aja ambil test, siapa tau beruntung bisa mencapai band minimal yang disyaratkan untuk daftar di universitas luar negeri. Walaupun udah ambil kursus persiapan IELTS, rasanya masih aja kurang. Tapi ya nekat aja lah, walaupun bayar mahal. Itung-itung bayar pengalaman.
Menurut aku sih, waktu itu tempat tesnya kurang nyaman. Bangkunya kayak bangku kuliah yang mejanya kecil gitu lho. Belum lagi bangku yang aku dapatkan agak goyang-goyang. Jadi sangatlah tidak nyaman. Nggak ada headphone, jadi dengerin via sound system di ruang kelas. Ya cukup jelas sih suaranya. Speaking section-nya dapat penguji dari Australia, perempuan sudah cukup berumur. Sangat tidak ramah. No senyum. Serius! Dari hasil nekat aku dapet band 6 overall.
Setelah melalang buana, akhirnya memberanikan lagi daftar test. Kali ini di BELANDA. Huffttt. FYI, penyelenggara test IELTS di Eropa cuma ada British Council. Biasanya kerjasama sama lembaga pelatihan bahasa setempat. Mei 2020, aku ambil test di British Language Training Center, Amsterdam. Waktu itu tes yang tersedia hanya computer-delivered test. Deg-deg ser banget sih, karena sebelumnya pake paper-based test.
Persiapan yang aku lakukan sebelum test :
- Research sebanyak mungkin tentang computer-delivered test.
- Belajar! Satu minggu belajar satu section. Belajar tiap malam setelah selesai bertugas.
- Latihan dan latihan terus pokoknya. Kali ini, aku gak ambil kursus persiapan.
- Jangan lupa, sempatkan untuk menikmati hidup juga.
Hari test tiba. Enaknya test di luat negeri tuh ya, komunikasi sesama peserta tes, ya pake bahasa Inggris. Itung-itung warming up.
Harga
Kurang lebih harganya ya sama di manapun (waktu itu aku bayar 236 euro). Harga test IELTS itu flat guys, sama kayak harga Iphone. Di mana-mana ya sama. Kalau selisih pun bedanya gak banyak.
Peserta Tes
Berasal dari berbagai negara dan dengan tujuan macam-macam. Ada yang sekolah, mau migrasi ke negara lain, dsb. Singatku, pesertanya nggak sebanyak ketika aku ambil tes di UGM.
Tempat Tes
Tempatnya seperti lab komputer gitu loh. Mejanya lumayan luas dan jarak dengan sesama peserta tes lumayan jauh. Headphone , kertas untuk coret-coret, dan pensil disediakan. Dulu pas di Indonesia, alat tulis harus bawa sendiri dan dicek macam mau UN. Yang aku nggak suka, waktu itu aku duduk dekat ventilasi dan ventilasinya itu dibuka. Kedengeran suara mobil, tram, angin, dll. Sekalipun pake headphone suaranya tetep kedengaran. Alhasil, aku cukup terganggu.
TES
Bedanya computer-based test (CBT) dengan paper-based test (PBT) :
- CBT lembar jawabannya di komputer, udah pasti harus diketik. PBT di kertas.
- Tidak ada tambahan waktu untuk meyalin jawaban di CBT
- Listening section CBT, harus siap multitasking. Kita dituntut untuk mendengarkan, baca soal, mengetik jawaban, scrolling, di waktu yang bersamaan. Sementara itu, PBT kita bisa corat coret soal dan bisa menyalin dan ngecek lagi jawaban kita.
- Reading section CBT, bisa copy dari soal lalu paste di jawaban dan bisa highlight teks. Lumayan membantu ngurangi kesalahan karena typo.
- Writing section CBT, komputer otomastis menghitung jumlah kata yang kita ketik. Sementara PBT kita harus hitung sendiri. Lumayan kan waktunya bisa dialokasikan untuk ngecek jawaban lebih lagi.
- Speaking section CBT dan PBT sama saja. Berhadapan langsung dengan penguji secara fisik. Nah, kali aku senang nih, pengujinya ramah sekali dan pake aksen British.
- Hasil CBT lebih cepat keluar dari pada PBT. Beda satu minggu.
Hasil tes kali ini cukup memuaskan. Secara keseluruhan aku dapat band 7. Sayangnya di listening section, banyak distraksi jadi harus cukup puas dengan 6.
Aku merasa lebih nyaman sih dengan tes yang di Belanda ini. Berharap sih sekarang ini, IDP bisa meningkatkan kenyamanan tempat dan fasilitas tes.
Comments
Post a Comment